Seni dan budaya yang ada di Desa Mandalamekar memang cukup beragam dari mulai Angklung, Calung, Jaipong, Wayang Golek dan Kesenian yang kini ramai diperbincangkan adalah Paguron Pencak Silat, dalam hal ini Desa Mandalamekar yang kaya dengan beragam kesenian dan Budaya sering kali dan selalu siap Tampil ke Depan.
Kesenian yang terdapat di Desa Mandalamekar Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung seharusnya perlu diperhitungkan keberadaannya oleh pemerintah, akan tetapi dengan segala keterbatasan maka kesenian inipun tidak mampu berjalan secara maksimal atau apa yang diharapkan masih belum terlaksana, Admin mencoba mewawancarai salah satu Tokoh Masyarakat yang sekaligus sebagai Wakil Ketua DPC P3S Gagak Lumayung serta Sebagai Guru Besar Paguron Ciung Wanara.
Menurut Dase A Suhandi (Guru Besar Ciung Wanara) ditemui di Rumahnya Jl. Panyandaan RT 01 RW 08 Desa Mandalamekar bahwa maju mundurnya Seni dan Budaya Khususnya di Desa Mandalamekar tergantung pada adanya fasilitas penunjang dalam hal seni tersebut, “ Memang kalo dikatakan berat ya berat juga menjadi Guru atau disebut juga Sesepuh Paguron, disisi lain harus membesarkan Paguron tersebut dengan segala cara agar supaya Paguron Ciung Wanara menjadi Paguron yang benar benar berdiri kokoh dan menjadi Paguron yang bias menjadi Contoh bagi Paguron lain. “ Tegas Dase A Suhandi
Melihat sejarah kebelakang berdirinya Paguron-paguron yang ada di Desa Mandalamekar tidak lepas dari peran serta Pupuhu-pupuhu atau Sesepuh-sesepuh yang ada di Desa Mandalamekar, pada sekitar Tahun 1950 adalah Cikal bakal berkembangnya Perguruan Pencak Silat kala itu ialah Perguruan Pencak Silat yang dipimpin oleh Carim (Alm), sekitar Tahun 1962 diteruskan oleh War’i.
Kini setelah wafat nya War’i tidak sedikit jumlanya penerus selanjutnya, antara lain Kanda Wijarsi yang semasa hidupnya akrab disapa Abah Kanda.
Abah Kanda meneruskan langkah generasi sebelumnya sekitar tahun 1970 dengan nama Paguron Pusaka Mekar Sajati.
Untuk mengetahui kelanjutan ceritanya silahkan Klik Disini